Transformasi Digital di Tengah Pandemi

Wabah Covid-19 telah menciptakan sebuah kondisi krisis di dunia, tidak hanya di bidang kesehatan namun juga akan berdampak besar pada bidang ekonomi dan berpotensi melahirkan krisis-krisis lainnya. Termasuk di bidang politik, wabah corona ini menguji kualitas setiap pemimpin di tempatnya masing-masing.

Menurut data hari ini dari Johns Hopkins University & Medicine, Corona virus telah menginfeksi dua juta lima ratus manusia di muka bumi dan telah memakan korban jiwa sebesar 178 ribu. Angka ini terus bertambah setiap harinya. Hal ini tentunya menyakitkan bagi kita semua. Dan kita ingin agar krisis ini dapat segera berlalu. Untuk itu diperlukan sebuah optimisme dan sudut pandang positif, bagaimana kita menyikapi kondisi luar biasa ini.

Dalam menyikapi sebuah persoalan, ada dua wilayah yang perlu kita cermati. Pertama wilayah yang berada di luar batas kemampuan kita. Yaitu dimana ilmu dan peran kita tidak bisa berkontribusi banyak atau mempengaruhi. Kedua, yaitu wilayah yang masih dalam batas kemampuan kita. Dimana kita bisa berkontribusi melalui ilmu dan peran yang kita miliki saat ini. Setiap diri kita memiliki peran dan porsi kontribusinya masing-masing. Untuk itu maka kita perlu fokus pada hal yang masih berada dalam jangkauan kemampuan kita, sesuai ilmu dan peran yang kita jalani saat ini.

Sudut Pandang Positif

Dalam dunia psikologi dikenal istilah „posttraumatic growth“ atau ada juga „positive adaption“, yang kesimpulannya kira-kira „kemajuan setelah tragedi“. Dan dalam bahasa Al-Quran kita mengenal kalimat „inna ma’al-‘usri yusrā“, yang bahkan diulang dua kali: sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Dari istilah dan firman Tuhan tersebut kita dapat berkonsentrasi pada hal positif di balik Pandemi Covid-19 ini.

Pandemi Covid-19 telah menjangkau hampir seluruh bumi. Ia telah membawa kerugian besar bagi umat manusia baik secara materil maupun non materil. Secara finansial baik mikro maupun makro kita berhadapan dengan kondisi sulit yang mungkin akan lebih parah dari resesi ekonomi sebelumnya. Kita saksikan dan alami, kehilangan orang-orang terdekat yang kita kasihi. Namun, di sisi lainnya pandemi ini juga menghadirkan hal positif, misalnya kita jadi memiliki waktu lebih banyak untuk membersamai keluarga kita. Emisi CO2 pun menurun, seiring minimnya penggunakan transportasi, jalanan tidak lagi macet, sungai-sungai menjadi jernih kembali dan langit metropolitan membiru alami.

Corona dan Transformasi Digital

Krisis Corona telah memaksa kita semua untuk berhenti. Pause dari kesibukan rutin yang biasa kita lakukan sebelumnya. Sekolah dan toko-toko dipaksa tutup, sebisa mungkin pekerjaan dilakukan dari rumah. Kanal online yang bagi sebagian besar bisnis masih pelengkap, kini merupakan penyelamat di tengah krisis. Siapa ingin survive, maka harus melakukan transformasi digital. Beruntung mereka yang sudah lebih dahulu memulai usahanya di dunia online.

Gubernur New York, Andrew Cuomo telah membuat aturan baru yaitu memperbolehkan kantor catatan sipil untuk menikahkan secara virtual. Salah satu respon adaptif dalam menyikapi krisis Corona yang menimpa New York. Di Jerman banyak bermunculan perusahaan yang menawarkan solusi software Telemedicine. Pihak pemerintah Jerman juga menghapus aturan yang membatasi praktek telemedicine hanya untuk 20 persen dari jumlah pasien. Pasien tidak perlu lagi lama menunggu giliran, namun dapat langsung berkomunikasi dan berobat melalui Video-Call. Walaupun asosiasi dokter tetap menilai Telemedicine sebagai pelengkap bukan pengganti, namun kemajuan yang sangat drastis ini juga disambut positif oleh masyakarat di Jerman.

Pada masa krisis corona banyak swayalan bahan kebutuhan pokok yang masih diberbolehkan buka di Eropa meminta untuk tidak membayar dengan tunai untuk tujuan mengurangi penularan melalui uang. Hal ini mempercepat proses digitalisasi transaksi. Covid-19 telah memaksa Eropa dalam hitungan bulan merubah kebiasaan masyarakat. Tren serupa juga lebih dahulu terjadi di Asia. Ketika sekolah dan lembaga pendidikan harus menutup pintu, kini e-leaning kembali marak menjadi solusi keberlanjutan proses belajar mengajar. Kampus-kampus dan sekolah melakukan proses didik melalui jalur digital. Mulai dari yang paling sederhana dengan Email dan rekaman video, hingga yang mutakhir yang ruang kelas digital secara real time.

Teknologi sudah tersedia, hanya saja manusia masih enggan untuk menggunakannya. Kini Corona telah memaksa dan membuktikan bahwa teknologi menjadi solusi akan kebutuhan manusia. Situasi telah memaksa kita, corona telah mengancam eksistensi kita semua, sehingga yang tersisa adalah bagaimana kita kreatif memanfaatkan dan berani bertransformasi ke dalam dunia digital yang relatif tidak terikat oleh ruang dan waktu. Untuk keselamatan dan keberhasilan, perubahan adalah sebuah keniscayaan.

*Penulis adalah seorang Agile Product (Software) Developer Deutsche Bahn, railway company terbesar dan transportasi terbesar kedua di dunia.

AIPSE Information Technology Manager